SAYA menerima banyak ucapan selamat tahun baru Hijriah 1432. Ucapan itu datang dari sejumlah teman yang dikirim lewat SMS, Facebook dan Twitter.
Saya pun teringat kalau libur hari ini adalah libur tahun baru Hijriah 1432.
Meski pergantian tahun hijriah ini tidak gegap gempita seperti melewati tahun baru masehi, namun tetap penuh makna dan hikmah.
Dalam kalender Islam, tahun hijriah didasarkan atas peredaran bulan (qamariyah). Maka tidaklah salah apabila ada yang menyebutnya tahun Qamariyah. Tahun Hijriyah dihitung dari hijrahnya Nabi Muhammad SAW sebagai tahun pertama.
Penetapan tahun hijriah dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab, sekitar tahun 17 Hijriah. Tahun Hijriah terdiri dari 12 (dua belas) bulan dengan jumlah hari 30 dan 29 yang silih berganti setiap bulan. Penetapan bulan sebanyak 12 ini.
Sebelum penetapan tahun Hijriah, dari masa ke masa dihitung berdasarkan peristiwa-peristiwa penting. Seperti penamaan “Tahun Azan” sebagai tahun pertama, karena pada saat itulah disyariatkan azan. Atau penamaan “Tahun Wada” yang artinya “perpisahan” sebagai tahun ke sepuluh.
Sebab, pada masa itulah, Nabi Muhammad SAW, melaksanakan haji wada’ yang merupakan haji terakhir sebagai perpisahan dengan kaum muslimin. Tahun baru hijriah juga didasari atas peristiwa "hijrah" Nabi Muhammad SAW. Karenanya, hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain.
Secara historis, hijrah adalah peristiwa keberangkatan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al-Madinah al-Munawwarah. Ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal tahun dari penanggalan atau kalender Islam, mengandung beberapa hikmah yang sangat berharga bagi kaum muslimin, diantaranya:
Pertama, perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki majna yang sangat berarti bagi setiap muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Makkah menuju suasana yang prospektif di Madinah.
Kedua, Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda.
Ketiga, Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya.
Dalam konteks masa kini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum muhajirin. Tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah dari menjadi lebih baik, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti.
Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik.Untuk itu, mari kita jadikan semangat tahun baru hijriah dengan selalu melakukan perubahan. Perubahan itu dimulai dari diri sendiri, rumah tangga dan dilanjutkan dengan lingkungan sekitar. Semangat hijrah juga bisa kita jadikan momentum penyatuan persepsi bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kesejahteraan maupun perubahan secara kaffah (menyeluruh).
Sebab tidak ada sesuatu yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan itu terjadi dengan sendirinya karena dimakan usia seperti umur suatu benda yang lama kelamaan terus berubah tanpa harus ada campur tangan manusia. Namun, perubahan perilaku manusia memerlukan ikhtiar yang diawali niat.
Mari jadikan tahun baru Islam 1 Muharram 1432 Hijriah sebagai momentum untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. | **
Dalam kalender Islam, tahun hijriah didasarkan atas peredaran bulan (qamariyah). Maka tidaklah salah apabila ada yang menyebutnya tahun Qamariyah. Tahun Hijriyah dihitung dari hijrahnya Nabi Muhammad SAW sebagai tahun pertama.
Penetapan tahun hijriah dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab, sekitar tahun 17 Hijriah. Tahun Hijriah terdiri dari 12 (dua belas) bulan dengan jumlah hari 30 dan 29 yang silih berganti setiap bulan. Penetapan bulan sebanyak 12 ini.
Sebelum penetapan tahun Hijriah, dari masa ke masa dihitung berdasarkan peristiwa-peristiwa penting. Seperti penamaan “Tahun Azan” sebagai tahun pertama, karena pada saat itulah disyariatkan azan. Atau penamaan “Tahun Wada” yang artinya “perpisahan” sebagai tahun ke sepuluh.
Sebab, pada masa itulah, Nabi Muhammad SAW, melaksanakan haji wada’ yang merupakan haji terakhir sebagai perpisahan dengan kaum muslimin. Tahun baru hijriah juga didasari atas peristiwa "hijrah" Nabi Muhammad SAW. Karenanya, hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain.
Secara historis, hijrah adalah peristiwa keberangkatan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al-Madinah al-Munawwarah. Ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal tahun dari penanggalan atau kalender Islam, mengandung beberapa hikmah yang sangat berharga bagi kaum muslimin, diantaranya:
Pertama, perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki majna yang sangat berarti bagi setiap muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Makkah menuju suasana yang prospektif di Madinah.
Kedua, Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda.
Ketiga, Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya.
Dalam konteks masa kini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum muhajirin. Tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah dari menjadi lebih baik, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti.
Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik.Untuk itu, mari kita jadikan semangat tahun baru hijriah dengan selalu melakukan perubahan. Perubahan itu dimulai dari diri sendiri, rumah tangga dan dilanjutkan dengan lingkungan sekitar. Semangat hijrah juga bisa kita jadikan momentum penyatuan persepsi bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kesejahteraan maupun perubahan secara kaffah (menyeluruh).
Sebab tidak ada sesuatu yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan itu terjadi dengan sendirinya karena dimakan usia seperti umur suatu benda yang lama kelamaan terus berubah tanpa harus ada campur tangan manusia. Namun, perubahan perilaku manusia memerlukan ikhtiar yang diawali niat.
Mari jadikan tahun baru Islam 1 Muharram 1432 Hijriah sebagai momentum untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. | **
0 Komentar:
Posting Komentar