MEMPERINGATI Pinhole Day 2013, saya sampaikan ulasan seputar fotografi lubang jarum lewat akun twitter @ihsyah.
Ulasan itu saya rangkum dari laman web http://home.online.no/~gjon/pinhole.htm dan saya sampaikan secara berantai. Untuk mendokumentasikan ulasan itu, maka saya menuliskannya kembali di blog ini, berikut paparannya;
Fotografi lubang jarum juga disebut fotografi tanpa lensa. Lensa digantikan oleh sebuah lubang kecil, saat cahaya melewati lubang, sebuah gambar terbentuk di dalam kamera. Kamera lubang jarum, kecil atau besar, adalah sebuah improvisasi karena dirancang dengan hati-hati.
Kamera lubang jarum ada yang dibuat dari kerang laut, beberapa dibuat dari kotak makanan, kaleng minuman, atau wadah kue. Meski ada juga kamera lubang jarum telah dibuat dari lemari es yang dibuang. Pada dasarnya kamera lubang jarum adalah sebuah kotak degan lubang kecil di satu ujung dan film atau kertas fotografi pada ujung yang lain.
Kamera lubang jarum digunakan untuk bersenang-senang, untuk seni dan ilmu pengetahuan. Merancang dan membuat kamera menjadi hal menyenangkan. membuat gambar dengan kamera itu merupakan kesenangan. Namun dalam fotografi serius kamera lubang jarum hanya sebuah perangkat imaging dengan kelebihan dan keterbatasan.
Karakteristik kamera lubang jarum, gambar yang lembut atau kurang tajam namun memiliki kedalaman hampir tak terbatas bidang, eksposur yang panjang -mulai dari setengah detik sampai beberapa jam, gambar terpapar pada film atau kertas, negatif atau positif, hitam dan putih atau warna.
Menurut sejarahnya, prinsip dasar optik lubang jarum ditemukan dalam teks-teks Cina dari abad kelima sebelum masehi. Penulis Cina telah menemukan percobaan perjalanan cahaya dalam garis lurus. Adalah Mo Ti (kemudian Mo Tsu) yang telah merekam pembentukan sebuah gambar terbalik dengan lubang jarum atau layar.
Lalu di barat ada Aristoteles (abad keempat sebelum masehi) terus mencari jawaban atas pembentukan citra lubang jarum dalam karyanya. Kemudian ilmuan Arab, Ibn al-Haytham atau Alhazen bereksperimen dengan pembentukan citra pada abad kesepuluh.
Alhazen mengatur tiga lilin berturut-turut dan menempatkan layar dengan lubang kecil di antara lilin dan dinding, dari pengamatannya Alhazen menyimpulkan linearitas cahaya. Abad berikutnya, teknik lubang jarum digunakan para ilmuwan optik mempelajari sinar matahari diproyeksikan dari aperture kecil.
Di era renaissance, lubang jarum terutama digunakan dalam astronomi dan dilengkapi lensa, sebagai alat bantu menggambar. Lalu Leonardo da Vinci (1452-1519) menggambarkan pembentukan citra lubang jarum dalam bukunya Codex Atlanticus.
Selanjutnya ada ilmuwan Skotlandia, Sir David Brewster adalah salah satu orang pertama yg membuat foto-foto lubang jarum, pada 1850-an. Pada tahun 1890, foto lubang jarum George Davison, An Old Farmstead memenangkan penghargaan pertama pada Pameran Fotografi Society of London. Pinhole photography kemudian populer di tahun 1890-an.
Kamera lubang jarum komersial dijual di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Sekitar 4000 kamera lubang jarum "Photomnibuses" dijual di London pada tahun 1892. Kamera ini tampak seperti kamera sekali pakai.
Pada tahun 1930-an teknik fotografi lubang jarum hampir tidak ingat atau hanya digunakan dalam mengajar. Pada 1970-an fotografi lubang jarum meningkatkan popularitas. Banyak fotografer lubang jarum melakukan bereksperimen.
Tahun 1985 Lauren Smith menerbitkan The Visionary Pinhole, dokumentasi luas pertama dari keragaman fotografi lubang jarum. Munculnya internet membuat fotografi lubang jarum merambah dunia online, Harlan Wallach salah satu yang pertama mempublikasikan karya di website.
Tahun 1997, situs web visions pinhole diluncurkan untuk mendukung fotografi lubang jarum, sebagai seni dan kegiatan belajar. Pada 29 April 2001 Worldwide Pinhole Photography Day pertamakali dihelat.
Di Indonesia, penggiat fotografi lubang jarum membentuk komunitas lubang jarum Indonesia. Salah satu tokoh fotografi lubang jarum Indonesia adalah Ray Bachtiar Dradjat. Lebih lanjut tentang Komunitas Lubang Jarum (KLJ) Indonesia dapat dibaca di laman web http://kljindonesia.org/sejarah-klj.
Sekarang, komunitas lubang jarum Indonesia tumbuh di 17 kota lebih dan akan terus berkembang. KLJ Indonesia terus menjaga agar fotografi tak kehilangan elemen penting yaitu proses alkimia dari kerja rekam objek. | foto: yankodesign.com
0 Komentar:
Posting Komentar