KEMARIN malam, Sabtu (21 April), saya memenuhi undangan teman-teman Masyarakat Seni Salima Maros menghadiri pentas seni yang mereka gelar. Acara ini berlangsung di kampus Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Yayasan Perguruan Islam Maros (YAPIM).
Dalam kesempatan ini, saya pun diminta ikut baca-baca puisi, padahal sudah agak lama saya tak baca puisi. Meski aktifitas baca puisi sudah saya lakukan sejak berusia 10 tahun. Kala itu, saya kerap kali menjadi utusan sekolah bahkan daerah dalam lomba baca puisi untuk siswa SD. Dari kegemaran baca puisi itu sejak kecil, saat mahasiswa saya jadi rutin menulis puisi.
Sejumlah puisi saya pun terpublikasi di banyak media juga terbitan berkala. Beberapa puisi saya bahkan dibukukan, diantaranya dalam buku Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2002), Jurnal Puisi (Nomor 9, 2002), Sajak Dengan Huruf Tak Cukup (Inninawa, Makassar, 2004) dan Aceh Dukaku! (Gora Pustaka, Makassar, 2005).
Dalam dialog dan apresiasi seni malam itu di hadapan sejumlah penyair dan seniman Maros, saya memilih membacakan puisi berjudul Surat Dari Ibu karya Asrul Sani. Bagi saya, puisi ini menyimpan kisah tersendiri. Dulu, saat mengikuti lomba baca puisi, puisi inilah yang paling sering saya bacakan dan menjadikan saya menjuarai banyak lomba baca puisi.
Membaca puisi ini seperti mengelana kembali ke masa kecil. Malam itu, saya pun berupaya membacanya dan mendeklamasikannya dengan intonasi kalimat dan karakter suara yang tepat.
Surat Dari Ibu
karya Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari"
Saya mengaja memilih Membaca Lagi Puisi Surat dari Ibu malam itu, selain untuk memperingati Hari Kartini dan mengenang perjuangannya, puisi ini juga saya persembahkan untuk para ibu. | **
0 Komentar:
Posting Komentar