Menunggu Keruntuhan Benteng Somba Opu

8 Januari 2011

BENTENG Somba Opu dalam sebulan ini menjadi perbincangan publik, terutama bagi warga Sulawesi Selatan. Setelah kawasan yang berada di perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa ini direncanakan menjadi wahana rekreasi dan wisata bertaraf internasional, Gowa Discovery Park.

Pembangunannya akan menempati lahan seluas 17 hekatre (ha) dan diperkirakan akan menelan investasi senilai Rp 45 miliar. Pembangunan tahap pertama kawasan wisata ini ditargetkan berjalan selama 1,5 tahun.

Sedangkan tahap kedua untuk penyempurnaan dan kelengkapan wahana lainnya selama satu tahun lagi. Tahun 2012, wahana ini sudah bisa dipergunakan. Selain taman bermain air (waterboom), di kawasan ini juga dibangun taman gajah, taman burung, dan tree toop.

Rencana pembangunan Proyek ini mendapat sorotan ahli sejarah dan masyarakat yang peduli pada situs sejarah. Karena dikhawatirkan akan merusak situs sejarah yang terdapat di Benteng Somba Opu. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya dan bagi masyarakat Kota Makassar dan Kabupaten Gowa pada khususnya, kehadiran Benteng Somba Opu menjadi kebanggan tersendiri. Sebab memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Benteng Somba Opu dibangun pada 1525 oleh Sultan Gowa ke-IX, Daeng Matanre Karaeng Tumapa‘risi‘ Kallonna. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa.

Pada 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau dikenal dengan VOC yang kemudian dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang.

Ilmuan Inggris, William Wallace, menyatakan Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat yang pernah dibangun orang nusantara. Benteng ini adalah saksi sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta rakyatnya mempertahankan kedaulatan negerinya.

Pernyataan Wallace ini bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu, akan segera terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem pertahanan yang sempurna pada zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah terbayangkan betapa benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan.

Ada tiga bastion yang masih terlihat sisa-sisanya, yaitu bastion di sebelah barat daya, bastion tengah, dan bastion barat laut. Yang terakhir ini disebut Buluwara Agung. Di bastion inilah pernah ditempatkan sebuah meriam paling dahsyat yang dimiliki orang Indonesia. Namanya Meriam Anak Makassar. Bobotnya mencapai 9.500 kg, dengan panjang 6 meter, dan diameter 4,14 cm.

Sebenarnya, Benteng Somba Opu sekarang ini lebih tepat dikatakan sebagai reruntuhan dengan sisa-sisa beberapa dinding yang masih tegak berdiri. Bentuk benteng ini pun belum diketahui secara persis meski upaya ekskavasi terus dilakukan. Tetapi menurut peta yang tersimpan di Museum Makassar, bentuk benteng ini adalah segi empat.

Di beberapa bagian terdapat patok-patok beton yang memberi tanda bahwa di bawahnya terdapat dinding yang belum tergali. Memang, setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Belanda menghancurkan benteng ini. Selama ratusan tahun, sisa-sisa benteng terbenam di dalam tanah akibat naiknya sedimentasi dari laut.

Secara arsitektural, begitu menurut peta dokumen di Museum Makassar, benteng ini berbentuk segi empat dengan luas total 1.500 hektar. Memanjang 2 kilometer dari barat ke timur. Ketinggian dinding benteng yang terlihat saat ini adalah 2 meter. Tetapi dulu, tinggi dinding sebenarnya adalah antara 7-8 meter dengan ketebalan 12 kaki atau 3,6 meter.

Pada 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan dan pada 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Benteng Somba Opu kemudian menjadi sebuah obyek wisata dan museum bersejarah.

Wisatawan dapat menikmati bentuk-bentuk rumah tradisional Sulawesi Selatan seperti rumah tradisional Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar tak jauh dari benteng. Di dalam kompleks ini pula setiap tahun digelar Pameran Pembangunan Sulawesi Selatan yang berada di dalam kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan.

Itulah alasan mengapa penolakan pembangunan waterboom di Benteng Somba Opu terus berlanjut. Bahkan penolakan itu tak hanya dilakukan secara langsung melalui aksi demonstrasi, pengumpulan tandatangan, serta terbentuknya komunitas pemerhati Benteng Somba Opu. Namun, penolakan juga dilakukan melalui milis, situs internet, juga media jejaring sosial.

Penolakan melalui internet ditandai dengan hadirnya reaksi penolakan atas rencana pembangunan Gowa Discovery Park melalui gerakan di media jejaring sosial Twitter dan Facebook.

Di Twitter penolakan itu dilakukan melalui akun @savesombaopu dan hashtag #SaveSombaOpu. Di Facebook, penolakan dilakukan melalui halaman http://www.facebook.com/pages/Peduli-Benteng-Somba-Opu/133480160042037 dan http://www.facebook.com/pages/Save-Benteng-Somba-Opu/165838006767485.

Penolakan ini tentu dilandasi keinginan kalau masyarakat Sulawesi Selatan tentu tak ingin kehilangan benteng kebangaan yang menjadi simbol kekuatan Makassar untuk kedua kalinya. | foto: Gerbang Benteng Somba Opu (Helmi/dok/politikindonesia.com)

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME