Berbagi dan Menggali Pengetahuan dari Google

19 September 2013

ANDAI internet sudah ada sejak berabad-abad lampau, pasti tidak pernah ada sekolah. Andai Google sudah ada sejak jaman pithecanthropus erectus, manusia modern tak bakal pernah mengenal perguruan tinggi. Sebabnya, Google sudah menyediakan hampir semua ilmu pengetahuan bagi umat manusia.

education

Menyadur artikel 'Google Merevolusi Cara Belajar' dari laman kopikental.com, bagi sebagian orang, internet digunakan sekadar untuk menjalin koneksi dengan orang lain dan Google berfungsi sebatas laman pencarian. Tapi bagi sebagian yang lain, internet dan Google dimanfaatkan untuk berbagi ilmu pengetahuan serta menggali ilmu pengetahuan baru.

Kendala bahasa tak lagi jadi soal karena Google sudah menyediakan Google Translate. Jika menemui tutorial bagus tapi berbahasa asing, cukup meng-copy dan paste teksnya pada halaman Google Translate, dan sesuaikan dengan terjemahan bahasa yang diinginkan.
Hasil terjemahannya memang cenderung sekadar menerjemahkan kata per kata sehingga seringkali tidak sesuai konteks. Tetapi, hal itu sudah lumayan membantu.

Jika malas membaca instruksi-instruksi pada tutorial yang berbentuk teks, di Google juga tersedia tutorial dalam bentuk video (kebanyakan dari Youtube) yang menampilkan cara-cara pengoperasian, tahap demi tahap, dari awal hingga akhir. Tutorial yang begini lebih gampang diikuti karena tanpa teks dan suara pun masih bisa menyimak videonya.

Cara semacam itu tentu tidak hanya dapat diterapkan pada pengetahuan teknis semacam desain grafis, tetapi juga pada bidang lain. Misal, cara memasak, merawat tanaman atau hewan peliharaaan, membuat ramuan tradisional untuk mengobati penyakit tertentu, memodifikasi atau mengutak-atik mesin sepeda motor/mobil, trik atau tips bermain alat musik, teknik menendang bola, dan lain-lain.

Mensin pencarian paling populer sejagat itu juga menyediakan tutorial memperbaiki komputer/notebook/ponsel yang rusak, mengutak-atik tampilan web/blog melalui HTML, membuat pemancar radio/televisi/internet nirkabel, membuat film independen, merekam musik, mendesain rumah idaman, dan masih (sangat) banyak lagi.

Tak hanya itu. Belakangan, muncul tren "kuliah online" (istilah karangan penulis) dari para dosen, profesor ternama atau pakar di bidang tertentu dari seluruh dunia. Gratis dan boleh bolos suka-suka. Cukup mengetikkan kata-kata tertentu pada kolom pencarian Google.

Misalnya, "Steve Jobs Stanford Commencement Speech" atau "Bill Gates Speech at Harvard" atau "Philosophy Lecture: Justice" atau "Kuliah Umum Menteri BUMN RI - Dahlan Iskan" atau "Kuliah Umum: Asal-usul Kecerdasan Manusia oleh Dr Daoed Joesoef" dan sejenisnya. Google akan segera menampilkan video-video kuliah umum yang diunggah di Youtube.

Sejumlah akademisi dari beragam disiplin ilmu pengetahuan, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sengaja merekam kuliah regulernya di ruang-ruang kelas di kampusnya dan mengunggahnya di Youtube. Seluruh dunia dapat menyimak kuliah tersebut tanpa harus berada di kelas sang dosen.

Di Indonesia, kuliah semacam itu (mengunggah video kuliah di Youtube atau kuliah online ala Harvard) belum (terlalu) populer. Sebab, selain membutuhkan jaringan internet yang memadai, juga memerlukan perangkat-perangkat lain serta keterampilan tertentu, seperti teknik pengambilan gambar atau penyuntingan video, dan sebagainya. Tapi, itu hanya soal waktu: cepat atau lambat.

Bukan mustahil dan hanya soal cepat atau lambat pula, kelak anak-anak sekolah dasar untuk belajar membaca dan menulis, belajar menghitung, belajar menyanyi, belajar menggambar dan lain-lain, tidak perlu lagi ke sekolah melainkan cukup mengakses Google.

Cara belajar mereka tentu akan jauh lebih variatif karena gurunya adalah umat manusia di jagat ini. Mereka dapat berinteraksi: berbagi pengetahuan maupun bertanya, kepada siapa pun. Mereka juga tak akan lagi menggambar gunung dengan satu warna hijau saja, karena pasti akan lebih banyak referensi untuk menggambar gunung.

Nah, jika sudah begitu, sekolah akan kembali pada fungsi semula, yakni kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka: bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa kanak-kanak dan remaja.

Sebab, kata sekolah yang berasal dari bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola, memiliki arti waktu luang atau waktu senggang. Dengan demikian, bersekolah akan menjadi aktivitas yang menyenangkan, sama seperti bermain.

Bukan hanya itu. Proses belajar, dalam konsep pendidikan yang membebaskan, seperti dikatakan Paulo Freire, bukan seperti sistem bank --sebagaimana terjadi sekarang-- yang menganggap peserta didik sebagai tabungan yang akan selalu menerima ilmu dari guru. Dalam proses ini, guru dianggap paling mengerti sedangkan siswa tidak tahu apa-apa. Ruang-ruang kelas membelenggu jiwa bebas dan pikiran mereka.

Freire menyatakan konsep pendidikan problem posing education (pendidikan hadap masalah), yakni guru berperan sebagai teman murid yang memotivasi untuk berpikir kritis. Hal yang demikian penting dalam sudut pandang pendidikan yang membebaskan, agar manusia menjadi tuan dalam pemikirannya sendiri, dengan berdiskusi tentang pikiran dan pandangannya tentang dunia dengan orang-orang di sekitarnya.

Belajar ala Google sangat memungkinkan terjadinya hal itu, karena ia melibatkan interaksi seluruh manusia dari beragam bangsa dan negara. (*)

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME