Menyusuri Legian yang Terus Menggeliat

12 November 2012

PEKAN lalu, saya berada di Bali. Selama dua hari berada di kawasan jalan Legian yang terkenal pusat perbelanjaan dan hiburan. Kawasan ini dipenuhi beragam toko, mulai dari toko busana, tas, sepatu, asesoris untuk pria maupun wanita, hingga swalayan.

video legian
*klik untuk menonton video*

Ada juga kantor tour dan travel, tempat penyewaan sepeda motor dan mobil, serta gerai hasil kerajinan khas Bali. Menikmati kawasan yang semakin terkenal setelah kasus “Bom Bali” ini dengan berjalan kaki menjadi hal yang menyenangkan.

Saat berjalan, sesekali saya berpapasan dengan turis bule bergaya santai dan cuek, bahkan kadang hanya berbikini. Jalan Legian memang berada tak jauh dari pantai Kuta dan pantai Legian. Di jalan ini terdapat monumen peringatan bom Bali yang terjadi 12 Oktober 2002 lalu.

Banyak wisatawan nusantara dan mancanegara mengunjungi monumen ini untuk melihat nama-nama korban yang tertulis pada batu prasasti atau untuk sekedar berfoto.

Dinding monumen bertulis 202 orang nama korban bom Bali yang berasal sebagian besar dari Australia, kemudian Belanda, Denmark, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman, Prancis, Portugis, Polandia, Swiss, Swedia, Brasil, Yunani, Equador, Afrika Selatan dan negara-negara lainnya.

Legian adalah kawasan yang terus menggeliat. Geliat itu kian terasa di malam hari, beberapa restoran menjadi area live music gratis bagi siapa saja. Saat berada di sekitar jejeran klub malam yang menjadi tempat nongkrong anak-anak muda bule, suasana semakin riuh.

Kumpulan anak-anak muda bule itu menciptakan komunitas internasional yang menjadikan Legian ibarat “melting pot”, tempat meleburnya kebiasaan anak-anak muda yang berbeda dari berbagai bangsa sedunia. Berkumpul dan menghabiskan malam sambil menikmati “kebebasan” dalam dunia halusinasi.

Berada di tengah gabungan anak-anak muda bule ini membuat saya serasa berada di negeri orang-orang asing itu, bukan di Indonesia. Kawasan hiburan ini pun menjelma kawasan anak-anak muda bule yang merasa berada di “halaman rumah sendiri” yang bisa bebas melakukan apa saja. Legian adalah “oase” dan tempat pelepas lelah bagi para pelancong sebagai bagian dari keunikan Bali.

Dalam peta pariwisata Bali, kawasan ini bukanlah ditujukan sebagai sentra kesenian tradisional Bali, sebagaimana Ubud yang menjadi sentra seni patung. Juga bukan kawasan museum dan panggung-panggung kesenian, sebagaimana Denpasar dan Gianyar. Legian bukan pula sebagai pusat kegiatan wisata alam dan petualangan, sebagaimana Bali Eye Ballon di Nusa Dua atau Water Spot di pantai Tanjung Benoa. | **

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME