PEKAN lalu, bersama teman-teman pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Maros, saya berkesempatan menerima kunjungan pengurus KNPI Kota Baru, Kalimantan Selatan dan memperkenalkan Oleh Oleh Makassar.
Kedatangan pengurus KNPI Kota Baru yang berjumlah 10 orang itu untuk mengikuti pelatihan usaha kecil menengah pemuda yang berlangsung di Kota Makassar.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Transcoffe Maros itu, kami membincangkan potensi dan perkembangan kedua daerah. Mulai dari batubara hingga kuliner. Kota Baru memang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil batu bara di pulau Kalimantan, selain itu memiliki keragaman kuliner.
Dari sekian banyak perbincangan, kami akhirnya tertarik mengulas tentang pembinaan pemuda dalam ekonomi kerakyatan serta bagaimana KNPI berperan dalam upaya membangun perekonomian daerah.
Oleh Oleh Makassar: Putu Kacang, Baruasa, dan Kripik Wijen
Dalam kesempatan itu, Oleh Oleh Makassar yang kami perkenalkan adalah salah satu produk kuliner khas Bugis-Makassar buatan Maros, yakni; putu kacang, baruasa dan kripik wijen yang dikelola salah satu tokoh pemuda Maros, Alimin Assaggaf.Kuliner berbentuk penganan ini telah dikemas secara eksklusif dan sudah dipasarkan di sejumlah toko yang menjajakan oleh-oleh khas Makassar, termasuk di kawasan Bandara Sultan Hasanuddin. Penganan ini juga sudah dijual ke Jakarta, Surabaya, Jayapura dan berbagai kota di Indonesia.
Menurut Alimin, produk ini diproduksi oleh home industry beratribut Panorama Food yang didirikannya pada tahun 2003. Dengan tetap menggunakan bahan alami tanpa campuran perasa dan pewarna penganan ini diolah berdasarkan resep tradisional turun-temurun.
Usai berbincang dan mencicipi putu kacang, baruasa dan kripik wijen ini, rombongan pengurus KNPI Kota Baru itu menyempatkan diri mengunjungi Panorama Food untuk menyaksikan secara langsung kue tradisional Bugis-Makassar ini diproduksi.
Oleh Oleh Makassar: Penanda Kebudayaan
Bagi Alimin Oleh Oleh Makassar, terutama putu kacang bukan sekadar penganan, produk ini bisa menjadi penanda kebudayaan yang memutar gerak roda ekonomi.Sesungguhnya, proses ini pernah mengalami stagnasi selama kurang lebih 5 tahun, ketika Alimin diamanahkan menjadi Kepala Desa Tompobulu di Kecamatan Tompobulu, sebuah wilayah pengembangan di bagian selatan Kabupaten Maros. Saat amanah itu berjalan 2 tahun, Alimin 'menghidupkan' kembali Panorama Food bersama sang istri, Hj Syarifah Munirah Assagaf.
Sebagai penanda kebudayaan, putu kacang yang terbuat dari kacang hijau dan gula yang dibentuk dari lekukan kayu dengan proses pengeringan yang runut, bukan saja nikmat menjadi penganan teman minum tah atau kopi di sore hari, tapi juga menyimpan sebuah pesan yang datang dari masa lalu tentang banyak nilai.
Bubuk kacang hijau dan gula halus yang mengkristal ditangkap sebagai sebuah pesan tentang kelembutan sikap dan kemanisan bertutur manusia Bugis-Makassar. Saat keduanya berbaur dalam wadah kayu berukir 'colli paku' membentuk kotak mini yang kuat melambangkan kalau dalam keramahan dan kehalusan tutur kata manusia Bugis-Makassar selalu ada keteguhan yang kuat.
Oleh Oleh Makassar: Maskot Penganan Tradisional
Jika bagi banyak orang, kebudayaan adalah sikap, kostum dan kadangkala perayaan pada momen tertentu. Alimin malah merekonstruksi nilai budaya pada hal yang jauh lebih sederhana lewat produk penganan ini.Alimin tidak hanya ingin memperkenalkan putu kacang, baruasa dan kripik wijen sebagai salah satu produk budaya tradisional Bugis-Makassar belaka, namun berikhtiar mensejajarkannya dengan Bika Ambon dari Medan, Manisan Pala dari Manado, empek-empek dari Palembang atau Amplang dari Kalimantan.
Serta bertekad menjadikan putu kacang, baruasa dan kripik wijen produknya ini sebagai maskot Oleh Oleh Makassar dalam kemasan eksklusif bergambar Pa'raga. | *
Sukses buat maros