Janur Kuning dan Serangan Umum 1 Maret

1 Maret 2012

janur kuning serangan umumSORAK-sorak bergembira bergembira semua. Sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka. Indonesia merdeka, Republik Indonesia. Itulah hak milik kita untuk slama-lamanya.

Masih ingat lagu ini? Lagu berjudul "Indonesia Tetap Merdeka" karangan C. Simanjutak ini menjadi pembuka film berjudul “Janur Kuning”. Film perjuangan Indonesia produksi 1979 yang disutradarai oleh Alam Rengga Surawidjaja.

Janur Kuning dibuat untuk mengenang perjuangan merebut kembali kemerdekaan Republik Indonesia dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Film ini dibintangi oleh Deddy Sutomo, Dicky Zulkarnaen, Kaharuddin Syah, Dian Anggrianie D, Pong Hardjatmo, juga Amak Baldjun. Tokoh-tokoh nyata yang ditampilkan dalam film ini diantaranya Jenderal Sudirman, Soeharto, dan Amir Machmud. Janur kuning adalah lambang yang dikenakan di lengan para pejuang sebagai tanda perjuangan.

Dalam Janur Kuning diceritakan kalau Jenderal Sudirman (diperankan Deddy Soetomo) meski dalam kondisi sakit dan ditandu masih memimpin perang gerilya. Dalam kondisi kesehatan yang lemah, Jenderal Sudirman tidak bisa tenang, ia tetap berjuang. Dalam benaknya, lebih baik mati di medan perang daripada mati di tempat tidur.

Meski pada awalnya Jenderal Sudirman ragu melanjutkan perjalanannya ke Jogya karena kuatir perjanjian Roem Royen akan sama dengan perjanjian-perjanjian sebelumnya. Namun Letnan Kolonel Soeharto (diperankan Kaharuddin Syah) meyakinkannya untuk memasuki kota Jogya karena Belanda telah kalah perang.

Serangan Umum 1 Maret dan Peran Soeharto
Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dengan tujuan utama mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia Internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.

Sekitar satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan Desember 1949, TNI mulai menyusun strategi untuk melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan jaringan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.

Menghadapi hal itu, Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos penjagaan di sepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil di seluruh daerah yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda.

Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara kala itu) pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin Komandan Brigade 10 Wehrkreise III, Letnan Kolonel Soeharto. Serangan ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Serangan dimulai pagi hari sekitar pukul 06.00, saat sirene dibunyikan dan serangan dilancarkan ke segala penjuru kota Yogyakarta. Serangan ini menimbulkan pertempuran sengit, pasukan Belanda yang dipimpin Kolonel Van Langen kocar-kacir. Pasukan Indonesia terus maju dan memukul jantung pertahanan Belanda. Akhirnya kota Yogyakarta kembali dikuasai TNI selama 6 jam, hingga pukul 12.00 siang.

Serangan Umum 1 Maret Bukan Gagasan Soeharto
Meski Soeharto memiliki peran dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, namun banyak pengamat berpendapat kalau serangan itu bukanlah gagasan Soeharto. Menurut DR. Anhar Gonggong, inisiatif penyerangan ini bukan berasal dari komandan Brigade akan tetapi berasal dari pejabat yang lebih tinggi.

Sumber lain menyebutkan kalau gagasan serangan ini adalah inisiatif Panglima Besar Jenderal Sudirman sebagai pucuk pimpinan militer tertinggi saat itu, bahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan dukungan terhadap rencana ini.

Keterangan lain menyebutkan kalau penggagas serangan umum ini adalah dr. Wiliater Hutagalung yang sejak Septdember 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial yang bertugas membentuk jaringan di wilayah Divisi II dan III.

Hutagalung menegaskan perlunya melakukan serangan spektakuler terhadap isolasi Belanda atas ibukota Yogyakarta untuk meyakinkan dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih ada, ada pemerintahan, ada organisasi TNI dan tentaranya.

Sementara Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengakui kalau dirinyalah yang semula membicarakan gagasan itu dengan Jenderal Sudirman dan minta izin mendapatkan kontak langsung dengan Soeharto untuk melaksanakan gagasan saya. Hal itu terungkap dalam buku buku Momoar Oei Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno dan buku biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX: Takhta untuk Rakyat (1982).

Memang dalam buku-buku sejarah Indonesia, pengambil inisiatif Serangan Umum 1 Maret 1949 ini adalah Soeharto, namun setelah mantan Presiden RI ini wafat, polemik kalau pengambil keputusan serangan ini sebenarnya bukanlah Jenderal Besar ini mulai bermunculan.

Kembali ke film Janur Kuning, rasanya sulit menonton film ini lagi di televisi. Terlebih televisi saat ini lebih banyak menampilkan kasus masalah-masalah pelik yang dihadapi bangsa ini. Televisi juga makin komersial sehingga tak lagi menyisakan waktu untuk mengenang sejarah.

Seperti juga film bertema sejarah dan berlatar kepemimpinan Orde Baru lainnya, film Janur Kuning akhirnya hanya dapat dikenang oleh generasi yang dulu rutin menontonnya menjelang tanggal 1 Maret. Sorak-sorak bergembira bergembira semua. Sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka...

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME