SEBUAH buku tentang Aceh terbit. Buku itu berjudul; "Aceh Dukaku, Sebuah Tanda Kabung" diterbitkan sebagai sumbangan renungan pemikiran para penulisnya sebagai bentuk empati mereka terhadap peristiwa gempa dan tsunami di Aceh.
Buku yang diharapkan dapat menjadi tugu ingatan bersama (collective memories), agar bangsa ini tidak menjadi bangsa bebal yang senantiasa gagal dan lupa mengambil saripati hikmah pada setiap kejadian yang menimpa.
Buku ini susun oleh Muhary Wahyu Nurba dengan pemeriksa aksara M Aan Mansyur, cetakan pertama terbit pada Februari 2005 oleh Gora Pustaka Indonesia dengan 150 halaman. Di buku ini, saya berkesempatan menyumbangkan satu puisi, yakni:
Kota Kita Kini Punah
dulu waktu belum memilah usia dan kota kita belum punah
pernah kubayangkan di sini ada sebuah taman
tempat memandang sekumpulan merpati beterbangan
dan menisik sayap di sela percakapan
atau sebuah danau tempat memandang
sekumpulan angsa berenang
dan bermain riak gelombang di sela perbincangan
kita pun bertukar cerita tentang harapan yang tak retak
atau waktu yang tak berpihak
seperti Cut Nyak Dien yang setia bertarung hingga ajal
tapi kini waktu telah memilah usia dan kota kita kini punah
Selain saya, para penulis buku ini ialah Ishak Ngeljaratan, Yahya, Moch Hasyimi Ibrahim, Ahyar Anwar, Rahman Arge, Maya, AM Iqbal Parewangi, Djunaidi M Dahlan, Lily Yulianti Farid, Aslan Abidin, Mansyur Semma, Sudirman HN.
Ada juga Fauzan Mukrim, Rady A Gani, Ambo Enre Abdullah, Shaifuddin Bahrum, Yudistira Sukatanya, Muhary Wahyu Nurba, Akhmad K Syamsuddin, Anwar Jimpe Rahman, M Aan Mansyur, Rachmad Baro, Hendragunawan S Thayf, M Anis Kaba. | *
0 Komentar:
Posting Komentar