SETAHUN bahkan lebih, saya tak bersajak-sajak. Mungkin karena ritme rutinitas keseharian saya memang begitu menyita waktu. Rutinitas itu tak menyisakan banyak ruang untuk sekadar berkontemplasi. Kata-kata seperti menguap begitu saja. Tak sempat terabadikan.
Peristiwa-peristiwa berlalu tanpa mampu terekam. Saya seperti kehilangan energi gramatik untuk meramu kata, menyusun kalimat menjadi puisi. Sore ini, energi itu tiba-tiba hadir. Mendorong saya menulis sajak ini:
Hujan Menebus Janjinya
hujan baru saja tiba di kota kami
membasuh rindu yang tersembunyi kabut
riak air bermain di bawah kelopak bunga
menggoda kaki-kaki kecil berkejaran
langit mungkin saja tersenyum
saat genangan air memercik di sela jemari anak-anak itu
namun udara sepertinya enggan beranjak
ketika gemuruh kian menderas di antara aroma tanah
o rindu siapa yang bersembunyi di semak-semak
padahal hujan baru saja menebus janjinya
Yah, saya menulis sajak lagi. Semoga saja sajak ini menjadi titik balik kreatifitas saya seperti dalam kurun waktu 1996-2006, saat sajak-sajak saya terpublikasi secara meluas. Di media lokal, media nasional, terbitan berkala dan juga buku. | baca juga Rumah bagi Penyair
0 Komentar:
Posting Komentar