KOTA menurut definisi universal, adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan atau status hukum. Di sisi lain, kota adalah sebuah wujud kejujuran modernitas.
Di dalamnya terdapat timpah-menimpah antara tabiat modal dan cara masyarakatnya menghadapi hidup dengan ruang yang terbatas. Pesan inilah yang ingin disampaikan para fotografer Makassar melalui pameran foto bertajuk Kutakatikotaku yang digelar oleh Perkumpulan Fotografer Makassar (PERFORMA).
Menurut pihak penyelenggara pameran, pemilihan tema tersebut didasarkan atas keinginan menampilkan wajah Makassar melalui medium fotografi dengan cara pandang fotografer sebagai warga kota. Juga sebagai apresiasi para fotografer menyambut usia 400 tahun Makassar.
Para fotografer Makassar yang berpameran pada 23-25 maret ini sepertinya sadar kalau wajah dan perkembangan kota Makassar mesti diabadikan. Sehingga 19 fotografer yang berpameran ini tak ingin kehilangan momen untuk menjadi saksi perkembangan kotanya yang terus bersolek dan kian metropolis. Dari 60 karya foto yang tersaji, beberapa ingin menegaskan kalau Makassar sudah kota besar.
Semisal foto berjudul Balai Kota karya Harianto Sirajuddin. Foto yang menampilkan proses pembangunan gedung menara Balai Kota ini direkam dengan menampilkannya dalam dua sisi berbeda. Sisi pertama adalah wajah gedung balai kota sekarang. Sisi kedua adalah proses pembangunan gedung.
Proses pembangunan ini ditampilkan melalui refleksi bangunan yang berasal dari genangan air pada salah satu sisi jalan. Sebagai penyambung narasi, foto ini menampilkan pula billboard proyek yang menggambarkan prediksi bangunan gedung yang memperkuat sifat imajinatifnya.
Foto dengan tampilan semacam ini, dalam kajian fotografi dikategorikan kedalam jenis urban surrealisme. Pendekatan ini berasal dari istilah surrealisme yang merupakan sebuah gerakan seni budaya dan intelektual yang mengarah pada kebebasan berpikir, kritis dan imajinatif.
Kebebasan seperti ini lahir dari alam bawah sadar manusia dan menjadi sarana penyampaian sesuatu yang "lebih dari nyata". Sedangkan istilah urban merujuk pada warga kota. Sehingga sebuah foto dengan pendekatan urban surrealisme dapat dikatakan sebagai foto yang mengungkapkan kritik warga kota dengan penekanan objek pada suatu momen secara unik dan biasanya lahir dari alam bawah sadar.
Seperti sifatnya yang kritis dan imajinatif, kritik tersebut biasanya lahir dari spontanitas pengamatan seseorang terhadap suatu peristiwa atau keadaan. Selain itu, dipameran ini juga dihadirkan beberapa foto hasil olah digital menggunakan perangkat pengolah gambar pada komputer.
Tampilnya foto-foto seperti ini membuat penyair Anwar J Rahman, pengunjung pameran berpendapat kalau pameran ini tak ubahnya ‘keterampilan mengolah foto di komputer.’ Lain halnya dengan pendapat kritikus seni Ahyar Anwar yang menilai bahwa sebagai pameran yang ingin menampilkan wajah Makassar sebagai refleksi atas usianya yang ke-400 tahun, pameran ini belum mampu bercerita secara “utuh.”
Karena foto-foto yang tersaji belum mampu menggambarkan unsur-unsur yang membangun sebuah kota. Semisal, gambaran dinamika kehidupan kaum urban. Atau potret masyarakat miskin yang terpinggirkan karena pembangunan kota.
Akibatnya, pameran ini seperti tak mampu mengusung tema “besarnya” sendiri: mengutak-atik kota. | ulasan pameran foto Kutakatikotaku, pernah dimuat di Harian Fajar Makassar
0 Komentar:
Posting Komentar