Idul Adha dan Semangat Pengurbanan

17 November 2010

SAYA mencoba memaknai lebaran sebagai hari kemenangan, juga kekalahan; kemenangan bagi yang berhasil mengalahkan hawa nafsunya dan kekalahan bagi yang tak berhasil meningkatkan barang segaris kualitas kemanusiaannya.

Mestinya ditengah keprihatinan akan banyaknya bencana yang melanda negeri ini, hidup dipahami sebagai sebuah pencarian. Pencarian hidup yang hanya berlabuh pada Yang Maha Kekal meski penuh pengorbanan. Layaknya pencarian dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang hanif.

Ibadah qurban berasal dari pengurbanan agung yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap puteranya untuk memenuhi perintah Allah. Allah sangat menghargai dan memuji pengurbanan Nabi Ibrahim yang dilandasi oleh iman dan takwanya yang tinggi dan murni, kemudian megganti puteranya Ismail yang akan dikurbankan itu dengan seekor hewan domba yang besar. Itulah salah satu hikmah perayaan Idul Adha.

Selain itu, perayaan Idul Adha juga disebut lebaran ibadah haji, sebab pada tanggal 10 hingga 13 DzulHijjah, para jamaah haji di Tanah Suci berada dalam suasana klimaks, yakni mabit di Muzdalifah, melontar jumrah di Mina, dan melaksanakan thawaf ifhadah dan sa’I di Masjidil Haram di Mekkah.

Pakaian dipakai saat wukuf di Arafah dan melempar jumrah Aqabah di Mina, hanyalah kain ihram, yakni dua helai kain putih yang tak berjahit yang satu helai diselendangkan di bahu sebelah kiri, dan yang satu lagi dililitkan dipinggang sebagai sarung. Kenapa pakaian yang mereka bawa dari tanah air diganti dan dilepas?

Karena pada lazimnya, pakaian mewarnai watak manusia. Pakaian dapat melambangkan pola, pangkat, status dan perbedaan tertentu. Pakaian telah menciptakan batas-batas palsu yang menyebabkan timbulnya perbedaan dan perpecahan. Dari perpecahan ini biasanya timbul adan lahirlah diskriminasi, dan selanjutnya munculnya konsep aku bukan lagi kita.

Aku dipergunakan dalam konteks-konteks seperti suku-ku, golongan-ku, kedudukan-ku, keluarga-ku, kelompok-ku. Aku berbeda dengan kamu, aku lebih super dari kamu, aku lebih hebat dari kamu. Semuanya adalah aku sebagai individu yang sombong, congkak, takabur, adigang-adigung-adiguna, bukan lagi aku sebagai manusia.

Dalam konteks inilah, maka setiap pelaku ibadah haji ini, sewaktu melaksanakan prosesi haji harus melepaskan pakaian kotor mereka, yakni pakaian kesombongan, pakaian kekejaman, pakaian penindasan, pakaian penipuan, pakaiankelicikan dan pakaian perbudakan, yang kesemuanya melambangkan watak dan karakter mereka.

Dan kini yang harus mereka pakai hanyalah kain ihram, berwarna putih yang melambangkan kesucian dalam rangka melanjutkan perjalanan menuju Allah, mencari makna hidup untuk menjadi manusia seutuhnya.

”Ketulusan hati sering terlukai dengan keegoan. Keikhlasan penghambaan sering tergerus dengan keangkuhan. Nabi Ibrahim AS selalu menjadi inspirasi tak bertepi untuk memperbaiki diri. Selamat Hari Raya Idul Adha.” | Foto koleksi pribadi

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME