MASIH tentang teknik menulis reportase, kali ini seputar menulis berita dan cara media bekerja. Pada prinsipnya proses penulisan atau pembuatan dan pemuatan berita tak banyak berbeda di semua media.
Pada media yang sudah mapan, biasanya telah dibuat semacam prosedur operasional standar (SOP) dalam pembuatan berita, untuk menjaga kualitas berita yang dihasilkan.
Proses pembuatan berita biasanya dimulai dari rapat redaksi, yang juga merupakan jantung operasional media pemberitaan. Rapat redaksi merupakan kegiatan rutin, yang penting bagi pengembangan dan peningkatan kualitas berita yang dihasilkan.
Dalam rapat redaksi ini, para reporter, juru kamera, redaktur, bisa mengajukan usulan-usulan topik liputan. Usulan itu bisa berasal dari berbagai sumber. Misalnya, undangan liputan dari pihak luar, konferensi pers, siaran pers, berita yang sudah dimuat atau ditayangkan di media lain, hasil pengamatan wartawan, masukan dari narasumber atau informan, dan sebagainya.
Rapat redaksi memiliki sasaran untuk mengkoordinasikan kebijakan redaksi dan liputan. Menjaga kelancaran komunikasi antar staf redaksi (komunikasi antara reporter, juru kamera, staf riset, redaktur, dan sebagainya). Memecahkan masalah yang timbul sedini mungkin (potensi hambatan teknis dalam peliputan, keterbatasan sarana atau alat untuk peliputan, keamanan dalam peliputan, dan sebagainya). Serta menghasilkan hasil liputan yang berkualitas.
Dari rapat redaksi ini, ditentukan topik yang mau diliput, sekaligus ditunjuk reporter (juga juru kamera) yang harus meliputnya. Dalam pembahasan yang lebih rinci, bisa dibahas juga angle (sudut pandang) yang dipilih dari topik liputan bersangkutan, serta narasumber yang harus diwawancarai. Untuk kelengkapan data, staf riset bisa diminta mencari data tambahan guna menyempurnakan hasil liputan.
Sesudah tugas dibagikan secara jelas dalam rapat redaksi dan redaktur memberi arahan kepada reporter, berbekal informasi dan arahan tersebut, reporter pun meluncur ke lapangan. Dalam proses peliputan, bila ada masalah atau hambatan dalam liputan di lapangan, reporter dapat berkonsultasi langsung dengan redaktur yang menugaskannya. Hambatan itu, misalnya, narasumber menolak diwawancarai atau peristiwa yang diliput ternyata tidak seperti yang dibayangkan.
Setelah selesai meliput, reporter kembali ke kantor dan melaporkan hasil liputannya kepada redaktur yang memberi penugasan. Redaktur lalu membuat penilaian, apakah hasil liputan itu sudah sesuai dengan rancangan awal yang sebelumnya ditetapkan dalam rapat redaksi. Apakah ada hal-hal yang baru, yang mungkin lebih menarik diangkat dalam penulisan. Atau sebaliknya, hasil liputan ternyata justru biasa saja, tidak sehebat atau sedramatis yang diharapkan.
Redaktur juga melihat, apakah ada hal yang kurang terliput oleh reporter. Apakah hasil liputan sudah lengkap? Redaktur juga mempertimbangkan asas keberimbangan dan proporsionalitas dalam isi pemberitaan. Misalnya, apakah jumlah narasumber yang diwawancarai sudah cukup? Apakah narasumber yang diwawancarai itu sudah mewakili berbagai kepentingan yang terlibat?
Berdasarkan berbagai pertimbangan itu, redaktur mengusulkan di mana berita itu akan ditempatkan. Di sejumlah media, ada rapat khusus (kadang-kadang disebut rapat budgeting, meski ini tidak ada hubungannya dengan uang) untuk membahas penempatan berita. Namun, dalam rapat ini, reporter tidak ikut serta karena sudah diwakili oleh redakturnya.
Di rapat ini dibahas, apakah hasil liputan itu layak untuk berita utama di halaman pertama, atau sekadar layak untuk dimuat pendek di halaman dalam, atau justru tidak layak dimuat sama sekali.
Sesudah jelas, berita itu akan dimuat di halaman mana, seberapa panjangnya, serta penekanan pada aspek yang mana, si reporter disuruh menuliskannya. Hasil tulisan diserahkan kepada redaktur terkait, untuk disunting dari segi bahasa dan isinya.
Sebelum berita ini dimuat, kadang-kadang harus melalui proses penyuntingan bahasa oleh editor atau penyunting yang khusus memeriksa gaya bahasa. Jika isi berita itu dianggap layak jadi berita utama, biasanya redaktur pelaksana atau pemimpin redaksi juga bisa ikut terlibat.
Kemudian, berita pun dimuat. Demikianlah proses pembuatan berita pada umumnya di media cetak. Khusus untuk media televisi (audio-visual), faktor ketersediaan gambar ikut berpengaruh, bahkan sangat berpengaruh, mengenai apakah suatu item berita akan ditayangkan atau tidak.
Kalaupun ditayangkan, format penayangannya juga banyak tergantung pada ketersediaan gambar. Yah, seperti inilah media bekerja. | disarikan dari wikimu.com
0 Komentar:
Posting Komentar