INTERNET beserta aktivitas di dunia maya atau cyber (baca: siber) yang terus berkembang, membawa dampak negatif dengan meningkatnya aksi-aksi kejahatan dan kriminalitas, semisal hacktivism, cyberwarfare, cybercrime atau cyberterrorism.
Kejahatan dunia siber ini bukan hanya dilakukan untuk tujuan profit dan sosial-politik, namun juga untuk penyebaran ideologi. Namun disayangkan, masyarakat umum belum memahami secara meluas istilah hacktivism, cybercrime, cyberterrorism atau cyberwarfare ini.
Masyarat masih belum memahami perbedaan diantara aksi-aksi di dunia maya yang kerap melibatkan teknik hacking komputer dengan beragam motif tersebut. Karenanya kami pun mencoba memberikan pemahaman dasar seputar istilah-istilah tersebut, sekadar untuk mengenal bentuk kejahatan dunia siber.
Cyberwarfare
Dikenal juga sebagai perang siber, merupakan aksi-aksi dunia maya yang melibatkan penggunaan teknik hacking komputer didasari oleh kepentingan-kepentingan pemerintah suatu negara untuk tujuan-tujuan politik (ekonomi-sosial, dan lainnya) melalui aksi-aksi spionase atau sabotase sampai otoritas ‘system remote’ terhadap komputer target yang dapat merugikan dan menimbulkan kerusakan yang signifikan.
Cybercrime
Merujuk European Commission, istilah cybercrime dipahami sebagai “criminal offences commited by means of electronic communication networks and information system or againts such networks and systems”. Contoh aksi cybercrime merujuk pada aksi cybermafia, kelompok penjahat dunia maya yang terorganisir.
Kegiatan kriminalitas siber kelas dunia salah satunya adalah organisasi kriminal ‘CarderPlanet’ yang dipimpin Dmitry Glubov, organisasi ini memiliki pemahaman dasar kalau internet mampu menciptakan kesempatan money laundry dan profit making.
Organisasi yang tergolong mafiacyber ini mengorganisir pencurian data kartu kredit lalu menjualnya melalui aksinya yang dikenal dengan ‘trafficking banking data’. organisasi ini terbentuk di Ukraina pada tahun 2001 dengan menghimpun 150 expert internet users.
Cyberterrorism
Merupakan bentuk ekstrim kejahatan siber melalui aksi-aksi yang melibatkan teknologi untuk tujuan politis, seperti penyerangan sistem komputer atau networks yang bertujuan membahayakan, merugikan bahkan dapat menciderai kehidupan manusia dan mengancam keamanan nasional suatu negara.
Diantara aksi mereka seperti mencari kelemahan (vulnerability) dalam sistem kontrol transportasi (traffic control system). Mengutip pendapat agen FBI, Mark Pollitt, "cyberterrorism is the premeditated, politically motivated attack againts information, computer systems, computer programs, and data which result in violence againts noncombatant targets by subnational groups or clandestine agents."
Ada juga pendapat pakar cyber-politics, Danning, bahwa aksi-aksi terorisme melalui dunia cyber dapat menyebabkan kerugian-kerugian yang sangat serius, bisa berupa kesulitan ekonomi sampai dengan menghilangkan kekuasaan suatu pemerintahan atau membuat collaps perusahaan targetnya di suatu negara.
Di awal-awal kemunculannya, salah satu aksi cyberterrorism yang menyita banyak perhatian dunia diantaranya yang terjadi di Jepang tahun 1995, dimana sebuah software yang disusupkan terroris berhasil mengacaukan jalur transportasi di Tokyo yang membunuh 12 orang dan melukai lebih dari 6000 orang.
Aksi-aksi ini tidak jauh berbeda dengan ‘cyberwarfare’ dalam terminology 'cyber-politics' yang belakangan semakin marak diperbincangkan dan dipromosikan media-media di penjuru dunia, terutama semenjak penyerangan Stuxnet ke Instalasi Pengayaan Uranium Iran.
Istilah-istilah seperti Aurora, Stuxnet, Ghosnet sampai Wikileaks Takedown dan semua konsepsi global terkait digunakannya teknologi hacking komputer untuk tujuan-tujuan politik dalam format perang dunia maya, di sinilah pembahasan cyber-warfare sesunggungguhnya dapat difokuskan.
Hacktivism
Istilah ini dimaknai sebagai aksi yang menggunakan teknik hacking komputer untuk tujuan-tujuan politis. Aksi ini tidak menggunakan kekerasan fisik, juga tidak menimbulkan kekerasan fisik secara langsung, "hacktivism is the nonviolent use of illegal or legally ambigous digital tools in pursuit of political ends".
Bentuk aksi hacktivism misalnya seperti yang dilakukan The Cult of The Dead Cow di Amerika, salah satunya lewat aksi developing ‘Goolag Tool’ sebagai bentuk protes atas dominasi microsoft, atau kelompok The Electrohippies di Inggris dengan propaganda Anti Globalisasi-nya di dunia maya.
Seorang hacktivist tidak melakukan aksi (sekalipun ilegal) untuk tujuan profit atau menciderai internet users atau individu dan kelompok di dunia nyata. Diantara aksi-aksi hacktivism yang dikenal umum oleh masyarakat global adalah DDoS Attack, Political Defacement/Cracking, penyerangan email, hacking and computer breaks-in, serta penyebaran virus komputer dan worm.
Itulah bentuk kejahatan dunia siber yang saat ini mulai marak di dunia maya sebagai dampak negatif perkembangan tekhnologi internet. | *
0 Komentar:
Posting Komentar