Menghargai Diri dari Kisah Secangkir Teh

26 September 2011

PAGI ini, seorang teman menulis catatan di akun facebook miliknya dan membaginya ke akun saya. Catatan itu berjudul; "Berapa Harga Secangkir Teh?"

Memang, ini bukan cerita baru, setidaknya sudah banyak ditampilkan pada blog atau website yang memuat artikel motivasi. Namun bagi saya, cerita ini selalu menarik dibaca, karena penuh nilai yang patut dijadikan bahan renungan.

Pada sebuah tempat pelatihan, seorang guru memberikan tugas kepada murid-murid barunya untuk menjawab sebuah pertanyaan sebelum mereka dinyatakan lulus pada kelas tersebut. Pertanyaan guru ini selalu berubah antara satu angkatan dengan angkatan lainnya.

Sambil mencicipi secangkir teh, guru itu bertanya; "Berapa harga secangkir teh ini? Murid pertama, langsung menjawab; "Paling-paling harganya dua ribu lima ratus rupiah saja!" Guru itu lalu berkata; "Ternyata nilaimu sampai hari ini hanya seharga dua ribu lima ratus rupiah saja, sungguh disayangkan."

Sekarang giliran murid kedua yang memberi jawaban, dengan lebih diplomatis namun penuh keyakinan, ia berkata; "Harganya pasti tergantung pada label dan kamasannya. Misalnya, kalau teh dengan merek A yang terkenal, nilainya akan lebih tinggi dari pada merek B yang dikenal biasa-biasa saja. Walau dibuat dari bahan dasar yang sama, harga akan berbeda jika dikemas dengan baik dan dibuat lebih menarik."

Guru itu lalu berkata; "Setidaknya kamu lebih bernilai dibandingkan temanmu yang pertama, tapi pengetahuanmu itu masih sebatas kulit saja, belum cukup memuaskan!"

Murid ketiga segera memutar otaknya sebab tak ingin mendapat penilaian yang sama dengan teman-temannya tadi. Sejenak murid ini terdiam memikirkan jawaban terbaiknya, lalu berkata; "Tempat. harga secangkir teh ini tergantung tempatnya!"

Guru itu segera meresponnya: "Maksudmu? Wadah tempat teh itu ditempatkan, atau tempat di mana teh tersebut dihidangkan?" Mendapat tanggapan sang guru, murid ketiga ini seperti mendapat angin surga, dengan semangat ia memberikan argumennya.

"Dua-duanya guru, kalau teh yang sama saya letakan di wadah yang lebih baik, nilainya akan mengikuti wadah tersebut. Lalu, tempat penyajian memegang peranan berarti, secangkir teh yang disajikan di warung, akan berbeda dengan secangkir teh yang disajikan di restoran. Berbeda lagi dengan secangkir teh yang disajikan di cafe ternama, apalagi di lobby hotel berbintang lima."

"Bagus, pengetahuanmu sudah sampai ke bagian dalam, kamu sudah mulai mengerti pokok permasalahan," puji guru itu.

Giliran murid keempat, dengan lembut murid ini berkata; "Harga secangkir teh ini tergantung cita rasanya. Teh yang diproduksi dengan baik, diproses dengan cermat akan menghasilkan teh dengan cita rasa yang berkualitas dan nilainya pasti akan lebih tinggi. Bahkan nilai teh akan bertambah hanya karena kita menambahkan beberapa tetes sari lemon."

"Bagus sekali, cita rasamu memang sudah menyentuh hati," kata sang guru. Sekarang giliran murid terakhir, murid kelima, ia sempat kesulitan mencari kata-kata yang indah, kamusnya seakan kehabisan ide, terpakai oleh keempat temannya. Namun akhirnya ia berkata; "Terserah kita!"

Guru itu pun mengacungkan jempol, "Kamu lulus!" Kemudian melanjutkan, jika secangkir teh itu adalah diri kita, berapakah harga yang pantas untuk diri kita?

Apakah kita hanya menghargainya dengan dua ribu lima ratus rupiah saja? Apakah kita akan lebih berharga dengan sederetan label (title)? Atau apakah kita jauh lebih berharga dengan meningkatkan kualitas diri kita? Apapun pilihan kamu, harganya tetap tergantung pada pilihan kita.


"Harganya akan tergantung pada seberapa jauh kita menghargai diri kita sendiri, ke level mana kita akan membawa diri kita."

Hasil pencarian di Google menunjukkan kalau kisah ini juga pernah dimuat pada pada andriewongso.com, di website The Best Motivator atau Motivator Nomor 1 Indonesia itu, kisah "Berapa Harga Secangkir Teh?" ini ditulis oleh Seng Guan CPLHI. | **

0 Komentar:

Posting Komentar

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME